Advertisement
![]() |
Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia |
Okara.biz.id - Sumenep – Terpilihnya kembali Sutan Hadi Tjahyadi sebagai Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumenep periode 2024-2028 menimbulkan polemik terkait potensi rangkap jabatan. Pasalnya, selain menjabat sebagai Ketua KONI, Sutan juga merupakan anggota DPRD Kabupaten Sumenep yang dilantik pada 21 Agustus 2024.
Potensi pelanggaran aturan mencuat karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, khususnya Pasal 400 ayat (1) huruf c, anggota DPRD kabupaten/kota dilarang merangkap jabatan dalam badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN atau APBD.
Sementara itu, lembaga KONI diketahui mendapatkan alokasi anggaran dari pemerintah, baik pusat maupun daerah. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai legalitas jabatan ganda yang diemban oleh Sutan.
Beberapa pihak menilai bahwa sebagai organisasi yang menerima pendanaan dari APBD, KONI masuk dalam kategori yang dilarang dalam aturan tersebut. Dengan demikian, jabatan Sutan sebagai Ketua KONI sekaligus anggota DPRD berpotensi menyalahi ketentuan hukum yang berlaku.
Oleh sebab itu, diperlukan kajian lebih lanjut untuk memastikan apakah rangkap jabatan tersebut dapat dipertahankan atau harus ada tindakan lebih lanjut sesuai regulasi.
Badan Kehormatan (BK) DPRD Sumenep diharapkan segera mengambil langkah tegas untuk menyelidiki potensi pelanggaran ini. Sebagai lembaga yang berwenang dalam menjaga etika dan kepatuhan anggota dewan, BK DPRD memiliki peran penting dalam memastikan bahwa tidak ada aturan yang dilanggar dalam jabatan publik yang diemban oleh para legislator.
Langkah ini diperlukan untuk menjaga integritas anggota DPRD Sumenep sekaligus mencegah kemungkinan pelanggaran aturan yang lebih lanjut.
Namun, hingga saat ini, belum ada tindakan konkret dari BK DPRD Sumenep terkait persoalan ini. Sikap diam ini menimbulkan berbagai spekulasi di kalangan masyarakat. Apakah BK DPRD Sumenep belum menyadari potensi rangkap jabatan ini atau justru sengaja mengabaikannya?
Jika tidak segera ditangani, masalah ini berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap DPRD Sumenep serta sistem pengelolaan organisasi olahraga daerah. Langkah konkret untuk menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan serta organisasi olahraga di tingkat daerah memang harus secepat mungkin dilakukan.
Untuk menjernihkan permasalahan ini, diperlukan kejelasan sikap dari BK DPRD Sumenep. Upaya verifikasi serta konsultasi dengan pihak berwenang, termasuk Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pemuda dan Olahraga, bisa menjadi solusi untuk memastikan keputusan yang diambil tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Ke depan, regulasi terkait potensi rangkap jabatan dalam organisasi yang mendapat pendanaan pemerintah perlu diperjelas dan ditegakkan secara konsisten. Hal ini penting untuk menjaga profesionalisme dalam pemerintahan dan organisasi olahraga, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga ini tetap terjaga.
Dengan adanya langkah konkret dari pihak berwenang, diharapkan masalah ini dapat segera menemukan titik terang dan tidak menimbulkan konflik kepentingan yang berlarut-larut. Keputusan yang tepat dan sesuai aturan akan menjadi cerminan dari komitmen pemerintah daerah dalam menegakkan prinsip good governance di Sumenep.
(*)