Iklan

Iklan

Okara
Juni 14, 2025, 10:03 WIB
Last Updated 2025-06-14T03:03:13Z
Regional

Baznas Harus Tanya Sama Kiai dan Zakat Penghasilan ASN Sumenep 2,5% Perlu Dikaji Ulang

Read To
Advertisement
Baznas Tidak Boleh Menabrak Aturan dan Zakat Penghasilan ASN Sumenep 2,5% Perlu Dikaji Ulang




OKARA.BIZ.ID - Baznas Sumenep kembali menjadi sorotan tajam setelah menerapkan kebijakan pemotongan zakat penghasilan 2,5 persen dari gaji seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sumenep.

Baznas menyebut kebijakan itu sebagai implementasi dari Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat. Namun publik menilai, tafsir Baznas Sumenep terhadap inpres itu keliru, bahkan manipulatif.

Baznas, menurut aturan nasional, bertugas mengelola zakat dengan prinsip keadilan, profesionalisme, dan kepatuhan terhadap syariah. Tapi dalam kasus ini, Baznas Sumenep justru dituduh menyimpang dari pedoman yang telah ditetapkan lembaganya sendiri. 

Padahal, dasar hukum penghitungan zakat penghasilan telah diatur jelas melalui Surat Keputusan Ketua BAZNAS Nomor 13 Tahun 2025 Tentang Nilai Nisab Zakat Pendapatan dan Jasa Tahun 2025, yang menyatakan sebagai berikut:

"Menetapkan bahwa nisab zakat pendapatan/penghasilan pada tahun 2025 adalah senilai 85 gram emas atau setara dengan Rp85.685.972,- (delapan puluh lima juta enam ratus delapan puluh lima ribu sembilan ratus tujuh puluh dua rupiah) per tahun, atau Rp7.140.498,- (tujuh juta seratus empat puluh ribu empat ratus sembilan puluh delapan rupiah) per bulan. Dalam praktiknya, zakat pendapatan dapat ditunaikan setiap bulan dengan nilai nisab bulanan tersebut, dengan kadar 2,5%. Maka, apabila penghasilan bulanan telah melebihi nilai nisab, wajib dikeluarkan zakat sebesar 2,5% dari penghasilan tersebut."

Dengan merujuk SK tersebut, jelas bahwa hanya ASN yang penghasilannya melebihi Rp7,14 juta per bulan yang diwajibkan membayar zakat. Tetapi Baznas Sumenep justru menerapkan kewajiban menyeluruh, tanpa mengindahkan prinsip nisab. 

Langkah ini dianggap sebagai bentuk generalisasi yang keliru, sekaligus mengabaikan ruh zakat yang menekankan tanggung jawab individu atas kekayaan yang melebihi batas tertentu.

Baznas Sumenep berdalih bahwa kebijakan tersebut sejalan dengan Inpres 3 Tahun 2014. Padahal, jika dibaca dengan cermat, Inpres tersebut tidak pernah memerintahkan pemotongan wajib 2,5 persen dari gaji ASN. 

Inpres itu hanya mendorong kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah untuk mendukung penguatan kelembagaan zakat secara sukarela. Tidak ada satu pun pasal dalam Inpres 3/2014 yang melegitimasi pemotongan sepihak dari gaji ASN tanpa memperhitungkan nisab.

Baznas semestinya membaca perintah presiden itu dalam bingkai spiritual, bukan administratif. Justru dengan mengubah zakat menjadi kewajiban struktural yang serupa dengan pajak, Baznas Sumenep telah menghilangkan unsur ikhlas dan kesadaran berzakat yang menjadi inti ajaran Islam.

Baznas, dalam kasus ini, juga patut dikritik karena melakukan pemotongan gaji ASN melalui perbankan dengan landasan surat kuasa. Namun dalam lingkungan birokrasi yang kaku dan hirarkis, surat kuasa itu sering kali bersifat simbolik dan tidak mencerminkan persetujuan yang sungguh-sungguh. ASN yang tak menandatangani pun bisa menghadapi tekanan halus dalam bentuk pengucilan administratif atau dikaitkan dengan ketidakpatuhan terhadap aturan daerah.

Baznas Sumenep perlu menyadari bahwa keputusan ini dapat menjadi preseden buruk. Alih-alih memperkuat kepercayaan publik terhadap zakat, mereka justru membuka ruang bagi resistensi ASN terhadap praktik ibadah yang seharusnya mulia. Lebih buruk lagi, praktik semacam ini bisa memunculkan citra bahwa Baznas adalah lembaga pemotong, bukan fasilitator ibadah.

Baznas adalah garda terdepan dalam membangun sistem zakat nasional yang adil dan amanah. Ketika Baznas Sumenep melenceng dari prinsip itu dengan mengandalkan tafsir sempit terhadap Inpres 3/2014 dan mengabaikan SK Ketua Baznas sendiri, maka yang tercederai bukan hanya nama lembaga, tapi juga makna zakat sebagai rukun Islam.

Baznas Sumenep kini berada di persimpangan jalan. Apakah akan mengoreksi langkah, atau terus mempertahankan pendekatan koersif yang bertentangan dengan nilai dasar syariat? Yang pasti, jika dibiarkan, kebijakan ini hanya akan menjauhkan umat dari zakat, bukan mendekatkan.

Jadi, Basnaz perlu sowan ke kiai-kiai Sumenep, tanya dengan seksama soal zakat penghasilan ini , atau bisa tanya ke Wabup Sumenep yang latar belakangnya juga Kiai.

(*)
close