Iklan

Iklan

Okara
Mei 18, 2025, 09:31 WIB
Last Updated 2025-05-18T02:31:09Z
Regional

DPRD Sumenep Sibuk Mengawal Rekomendasi Penindakan Tambang Ilegal Galian C, Pemkab Sibuk pada Event

Read To
Advertisement
DPRD Sumenep Sibuk Mengawal Rekomendasi Penindakan Tambang Ilegal Galian C, Pemkab Sibuk pada Event



OKARA.BIZ.ID - Aktivitas tambang galian C ilegal di Sumenep seolah menjadi wajah telanjang dari pembiaran birokrasi, dan lemahnya komitmen penegakan hukum di tingkat lokal.

Sudah bertahun-tahun tambang ilegal beroperasi, menyisakan kerusakan lingkungan, banjir, dan kerugian sosial.

Namun yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sumenep justru cenderung pasif, seakan tidak berdaya menghadapi pelanggaran yang terang-terangan berlangsung di depan mata.

DPRD Sumenep melalui Komisi III baru-baru ini mengambil langkah yang patut diapresiasi. Setelah melalui tarik-ulur yang panjang, mereka akhirnya mengeluarkan surat rekomendasi penutupan tambang ilegal dan menyerahkannya kepada aparat penegak hukum. Ini merupakan langkah politik yang menunjukkan keberpihakan pada kepentingan lingkungan dan masyarakat.

Meski secara prosedural semestinya surat itu lebih dulu dikirimkan ke pemerintah daerah, namun keputusan untuk langsung menyerahkannya ke aparat hukum mencerminkan kekecewaan terhadap sikap Pemkab yang selama ini tidak menunjukkan itikad kuat untuk bertindak.

Lebih menyedihkan, justru ketika masyarakat dan media terus menyoroti bahaya tambang ilegal, Pemerintah Kabupaten Sumenep berdalih bahwa kewenangan perizinan berada di tangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Ini menjadi tameng klasik birokrasi: berlindung di balik kewenangan formal sambil menutup mata atas dampak nyata di lapangan. Padahal, meski izin berada di tangan provinsi, Pemkab memiliki kewajiban pengawasan dan bisa mengambil langkah tegas untuk menghentikan operasi yang terbukti tidak berizin.

Data terbaru dari Sekretariat Daerah Kabupaten Sumenep melalui Kepala Bagian Perekonomian dan SDA, Dadang Dedy Iskandar, menunjukkan bahwa sebagian besar tambang yang beroperasi belum memiliki izin resmi.

Artinya, pemerintah daerah mengetahui secara gamblang aktivitas ilegal ini, namun tetap tidak bergerak. Pernyataan bahwa beberapa pelaku tengah mengurus perizinan hanya menunjukkan betapa longgarnya pengawasan, sekaligus memperkuat kesan adanya pembiaran sistematis.

Salah satu dampak nyata dari aktivitas tambang ilegal ini terlihat pada 13 Mei 2025 lalu. Banjir melanda sejumlah wilayah di Sumenep, dan banyak pihak meyakini bahwa salah satu penyebabnya adalah rusaknya kawasan resapan air akibat galian liar. Ini bukan sekadar ancaman ekologi, tapi juga ancaman terhadap keselamatan warga.

Ketiadaan tindakan dari Pemkab sangat kontras dengan sikap DPRD yang kini memilih jalur formal dan mendesak penegakan hukum. Sementara legislatif mencoba menggunakan kewenangannya untuk menyuarakan kepentingan publik, eksekutif justru terlihat lebih fokus pada pelaksanaan event dan program-program seremonial yang minim dampak terhadap problem nyata di masyarakat.

Editorial ini ingin menegaskan bahwa penanganan tambang ilegal tidak boleh hanya bergantung pada dokumen rekomendasi. Harus ada kemauan politik dan keberanian moral dari semua unsur pemerintahan daerah untuk menghentikan kerusakan ini.

Aparat penegak hukum, baik di tingkat lokal maupun provinsi, juga ditantang untuk membuktikan bahwa supremasi hukum tidak hanya berlaku bagi rakyat kecil.

Jika tidak ada langkah konkret, maka publik patut mencurigai bahwa pembiaran ini bukan semata karena kelemahan birokrasi, tetapi bisa jadi karena adanya kompromi antara kekuasaan dan pelaku tambang ilegal. 

Sumenep butuh kepemimpinan yang berpihak pada kelestarian lingkungan dan keberlanjutan hidup masyarakat. Bukan pada kepentingan ekonomi sesaat yang mengorbankan masa depan daerah.

(*)
close